Penanganan dan Penatalaksanaan Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan salah satu bentuk malnutrisi. Malnutrisi itu sendiri dapat dipahami sebagai kesalahan dalam pemberian nutrisi. Kesalahan bisa berupa kekurangan maupun kelebihan nutrisi. Pada dasarnya gizi buruk bisa diartikan sebagai kondisi dimana seseorang kekurangan asupan yang mengandung energi dan protein. Padahal protein dibutuhkan tubuh dalam proses pembentukan sel-sel baru. Selain itu, asupan ini juga turut membantu proses perbaikan sel-sel yang rusak. Gizi buruk bisa menyababkan komplikasi.
Gizi buruk dapat disebabkan oleh pola makan yang kurang baik, status ekonomi yang rendah, sulit medapatkan makanan, serta berbagai kondisi medis dan kesehatan mental, pengolahan makanan yang kurang baik, penyakit kronis, gangguan mental,masalah pencernaan dan penyerapan nutrisi, demensia, penyakit gangguan makan.
Dampak gizi buruk pada anak yakni bisa mengalami gangguan mental dan emosional, tingkat IQ yang rendah, penyakit infeksi, penyait infeksi, dan anak pendek dan tidak tumbuh optimal. Bila seseorang tidak mendapatkan nutrisi dalam jumlah yang seimbang, malnutrisi dapat terjadi. Pasien obesitas mungkin mengalami malnutrisi. Gizi buruk kebanyakan menyerang anak-anak di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sebanyak 54% kematian bayi dan balita disebabkan kondisi gizi buruk. Bahkan risiko kematian anak dengan gizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan dengan anak normal.
Penegakan Diagnosa Gizi Buruk
Diagnosis gizi buruk atau Kwashiorkor dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap riwayat kesehatan anak. Kekurangan asupan makanan bergizi bisa dilihat dari kebiasaan makan anak. Selain itu, adanya gejala dan tanda-tanda gizi buruk akan membantu dokter dalam mendiagnosis. Untuk membedakannya dengan jenis gizi buruk lainnya seperti marasmus, dokter akan memastikan apakah penderitanya memiliki gejala yang diserta pembengkakan tubuh (edema). Kadang, pada anak dengan gizi buruk atau kwashiorkor juga turut terdiagnosis penyakit lainnya. Penyakit yang paling sering terdeteksi adalah penyakit infeksi akibat kekebalan tubuh yang rendah. Pemeriksaan penunjang bisa saja dilakukan. Misalnya pemeriksaan laboratorium hingga radiologi yang sesuai untuk mendiagnosis penyakit infeksi penyerta tersebut.
Masalah gizi buruk pada anak dibagi menjadi beberapa katagori yaitu :
1. Marasmus, adalah kondisi kurang yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya asupan energy harian, padahal seharusnya, penting utuk mencukupi kebutuhan energi setiap harinya guna mendukung fungsi organ, sel, serta jaringan tubuh. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa dapat dapat mengalami marasmus.
2. Kwashiorkor, kondisi kekurangan gizi yang penyebab utamanya karena rendahya asupan protein. Kwashiorkor berbeda dengan marasmus, Meski telah kehilangan masa otot dan lemak tubuh kwashiorkor tidak mengalami penurunan berat badan. Dan memiliki ciri-ciri tubuh membengkak karena mengalami penumpukan cairan (edema).
3. Marasmik- Kwashiorkor, bentuk lain gizi buruk yang menggabungan gejala antara marasmus dan kwashiorkor anak yang mengalami marasmik- kwashiorkor memiliki ciri, bertubuh sangat kurus, menunjukan tanda-tanda tubuh kurus (wasting) di beberapa bagian tubuh misalnya kehilangan jaringan dan masa otot, tulang yang terlihat terlihat kentara pada kulit, penumpukan cairan pada beberapa bagian tubuh. Berat badan yang mengalamiai marasmus dan kwashiorkor sekaligus biasanya berada di bawah 60 persen dari berat normal di usia tersebut.
Gejala Gizi Buruk yang Tidak Mengalami Komplikasi
- Terlihat sangat kurus dengan kulit yang kering
- Mengalami edema atau pembengkakan, paling tidak pada kedua punggung tangan ataupun kaki
- Memiliki baggy pants atau kulit pantat keriput
- Nafsu makan baik
- Sel iga terlihat dengan jelas
- Tidak disertai dengan komplikasi medis
- Indikator penilaian status gizi BB/PB atau BB/TB kurang dari 3 SD
- LILA kurang dari 11,5 cm untuk anak usia 6-59 bulan
Gejala Gizi Buruk dengan Komplikasi
- Terlihat sangat kurus
- Perkembangan menjadi lebih lambat dibanding anak normal seusianya
- Anak mengalami kesulitan belajar
- Edema atau pembengkakan pada seluruh tubuh
- Memiliki satu atau lebih komplikasi medis seperti anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi, dan penurunan kesadaran
- Mudah terserang penyakit berat
- Dapat terjadi kematian
- LILA kurang dari 11,5 cm untuk anak usia 6-59 bulan
- Indikator penilaian status gizi BB/PB atau BB/TB kurang dari -3 SD
- Meningkatkan risiko osteoporosis
Cara penanganan gizi buruk sesuai dengan penatalaksanaannya, Kementerian Kesehatan RI membagi penanganan gizi buruk pada anak dibagi atas 3 fase, yaitu:
#1 Fase stabilisasi, adalah keadaan ketika kondisi klinis dan metabolisme anak belum sepenuhnya stabil. pemberian susu formula sedikit tapi sering, pemberian susu formula setiap hari, ASI diberikan susu formula khusus.
#2 Fase Transisi, adalah masa ketika perubahan pemberian makanan tidak menimbulkan masalah bagi kondisi anak. Pemberian formula khusus dengan frekuensi sering dan porsi kecil. Paling tidak setiap 4 jam sekali, jumlah volume yang diberikan pada 2 hari pertama (48 jam) tetap menggunakan F 75, ASI tetap diberikan setelah anak menghabiskan porsi formulanya, Jika volume pemberian formula khusus tersebut telah tercapai, tandanya anak sudah siap untuk masuk ke fase rehabilitasi.
#3 Fase Rehabilitas, adalah masa ketika nafsu makan anak sudah kembali normal dan sudah bisa diberikan makanan agak padat melalui mulut atau oral. Akan tetapi, bila anak belum sepenuhnya bisa makan secara oral, pemberiannya bisa dilakukan melalui selang makanan (NGT). fase ini umumnya berlangsung selama 2-4 minggu sampai indiktor status gizin BB/TB-nya mencapai -2 SD dengan memberikan F 100. Dalam fase transisi, pemberian F 100 bisa dilakukan dengan menambah volumenya setiap hari. Hal ini dilakukan sampai saat anak tidak mampu lagi menghabiskan porsinya.
(Ditulis oleh: Reni Aprilliasari, mahasiswa Prodi S1 Terapan K3 – Universitas Indonesia Maju)